LSM Forkorindo Bongkar Proyek Miliaran Rupiah yang Diduga Tidak Penuhi Syarat Administratif
Tanjung Pinang. Buser Fakta Pendidikan.Com
Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR) Kabupaten Karimun resmi dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forkorindo atas dugaan tindak pidana korupsi dan pelanggaran prosedur dalam pelaksanaan sejumlah proyek bernilai miliaran rupiah.
Laporan tersebut menyoroti tiga kegiatan strategis tahun anggaran 2025, yakni:
Belanja Revitalisasi Asrama Polisi Kavling Kecamatan Tebing senilai Rp 5.729.185.871,
Belanja Peningkatan Sarana dan Prasarana di Lingkungan Polres Karimun senilai Rp 5.423.814.725, serta
Belanja Peningkatan Sarana dan Prasarana Kantor Kejaksaan Negeri Karimun senilai Rp 3.064.027.116.
Menurut Ketua Umum DPP LSM Forkorindo Tohom TPS, SE, SH, MM, yang didampingi Ketua DPD Forkorindo Kepri Pardamean Simangunsong, ketiga proyek tersebut diduga kuat melanggar ketentuan kualifikasi lelang melalui sistem E-Purchasing, karena pemenang lelang — CV. Prima Karya Utama — disebut tidak lagi memiliki legalitas keanggotaan badan usaha yang sah.
“Kami menemukan bahwa data badan usaha CV. Prima Karya Utama sudah dicabut oleh ASPEKNAS Konstruksi Mandiri, namun tetap dimenangkan dalam proses E-Purchasing. Ini jelas janggal dan terindikasi ada permainan,” tegas Tohom kepada media, Kamis (13/11/2025).
Forkorindo bahkan telah mengirim surat klarifikasi resmi Nomor: 780/XXVII/KT-KRM/KLARIF-KONF/LSM-FORKORINDO/X/2025 kepada pihak KPA, PPK, dan PPTK Dinas PUPR Karimun, namun hingga kini tak mendapat tanggapan.
Akibatnya, lembaga ini melanjutkan langkah hukum dengan mengajukan laporan resmi ke Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, teregister dengan Nomor: 800/XXVII/BKS/LAPORAN-TDP/DPP-FORKORINDO/XI/2025.
Tohom menyebut, laporan itu menitikberatkan pada dugaan penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran administratif dalam proses lelang yang berpotensi menyebabkan kerugian negara hingga miliaran rupiah.
“Kami melihat adanya indikasi kuat pembiaran oleh pejabat pelaksana kegiatan. KPA, PPK, dan PPTK harus bertanggung jawab secara hukum dan administratif. Bila ada gratifikasi atau intervensi dalam pemeriksaan proyek, maka jelas masuk ranah pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5, 12, dan 13 Undang-Undang Tipikor,” ujar Tohom dengan nada tegas.
Ia menegaskan bahwa Forkorindo sebagai lembaga kontrol sosial memiliki dasar hukum kuat untuk menuntut transparansi dan akuntabilitas penyelenggara negara.
“Kami percaya penyidik Kejati Kepri akan bertindak profesional dan mengusut tuntas dugaan praktik KKN ini. Publik menunggu bukti nyata penegakan hukum tanpa pandang bulu,” tambahnya.
Sebagai acuan, Tohom juga menyinggung SOP Kejaksaan Republik Indonesia yang menjadi pedoman dalam penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi, di antaranya:
1. Keputusan Jaksa Agung Nomor 249 Tahun 2020 tentang Standar Operasional Prosedur di lingkungan Kejaksaan;
2. Peraturan Kejaksaan Nomor 13 Tahun 2019, yang mencabut dan menggantikan SOP penanganan perkara pidana umum;
3. Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-046/A/JA/12/2011 tentang SOP Terintegrasi Penanganan Perkara di lingkungan Kejaksaan.
Langkah Forkorindo ini menjadi sinyal keras bagi setiap instansi pemerintah daerah agar berhati-hati dalam pengelolaan dana publik, terutama yang bersumber dari APBD.
Publik kini menanti langkah tegas Kejati Kepulauan Riau — apakah laporan tersebut akan benar-benar ditindaklanjuti hingga tuntas, atau hanya akan menjadi catatan panjang di tumpukan berkas. (Red)



