
Tanggamus, Buserfaktapendidikan.com
Inspektorat Kabupaten Tanggamus menyatakan akan segera menindaklanjuti dugaan kuat penggelapan Dana Desa (DD) tahun anggaran 2024 di Pekon Merbau, Kecamatan Kelumbayan Barat. Dugaan pelanggaran mencakup fiktifnya pekerjaan fisik seperti program jambanisasi, penggelapan upah HOK (Harian Orang Kerja), hingga tidak terealisasinya anggaran operasional Karang Taruna, meski tercantum dalam SPJ (Surat Pertanggungjawaban).
Kasus ini mencuat setelah laporan dari warga dan tim media disampaikan langsung ke Gustom, Sekretaris Inspektorat Tanggamus, pada Selasa (3/6/2025). Gustom menyambut laporan tersebut dan menyatakan pihaknya akan segera mengklarifikasi ke pihak Pekon Merbau.
“Kami akan menindaklanjuti laporan ini sesuai aturan. Terkait pengelolaan Dana Desa di Merbau, laporan tertulis dari warga juga telah kami terima sebelumnya. Jika benar dikerjakan sistem borongan, itu menyalahi aturan karena semestinya dikelola swakelola oleh masyarakat,” tegas Gustom di Ruang Saber Pungli Inspektorat Tanggamus.
Fiktif dan Tidak Transparan: Dana Ada di SPJ, Tapi Tak Sampai ke Masyarakat. Berdasarkan hasil investigasi media dan keterangan sejumlah narasumber, beberapa program Dana Desa di Pekon Merbau diduga kuat fiktif atau tidak sesuai petunjuk teknis. Di antaranya:
Anggaran operasional Karang Taruna Rp15 juta tidak pernah diterima oleh pengurus. Ketua Karang Taruna, Roli, mengaku tidak pernah mendapat dana tersebut selama tahun 2024.
Program jambanisasi sebesar Rp83 juta disebut hanya dibangun sebagian kecil. Pembangunan rabat beton 3x250 meter diborongkan Rp10 juta dan upah masuk kas masjid.
Pengerasan jalan usaha tani 2x200 meter juga diborongkan Rp4,5 juta dan pekerja hanya diberi imbalan kolektif.
Pengadaan umbul-umbul Rp60 juta diduga tidak ada realisasi. Ironisnya, menurut pengakuan Kepala Pekon Rohadi saat dikonfirmasi di kediamannya, anggaran Karang Taruna memang tercantum di SPJ, tapi tidak direalisasikan.
“Kami hanya penuhi kuota agar SPJ lengkap. Uangnya memang tidak ada,” akunya, seraya menyebut telah berkonsultasi dengan Kecamatan dan Dinas PMD.
Rohadi juga mengakui bahwa rabat beton dan jalan usaha tani memang diborongkan, bukan swakelola. Bahkan dana upah pekerja rabat beton dialihkan untuk pembangunan masjid.
Masyarakat Merasa Ditipu, Inspektorat Diminta Bertindak Tegas
Mantan Sekdes Merbau, Lia Udin, menyebut masyarakat dibodohi soal upah HOK. “Warga tidak tahu bahwa seharusnya upah harian diberikan, bukan sistem borongan. Mereka terima karena ingin bantu bangun masjid,” ungkapnya.
Atas berbagai temuan tersebut, masyarakat mendesak Inspektorat dan aparat penegak hukum bertindak tegas dan adil.
Potret Lama Dana Desa: Gelang Delapan, Baju Oren, dan "Aji Mumpung"
Fenomena penyalahgunaan Dana Desa di Indonesia bukan cerita baru. Meski sudah banyak kasus yang menyeret kepala desa ke balik jeruji, fakta lapangan menunjukkan masih banyak “oknum kebal hukum” yang memanfaatkan jabatan demi keuntungan pribadi.
Kasus Pekon Merbau menjadi salah satu contoh nyata. Dana Desa yang semestinya menjadi alat pemberdayaan masyarakat justru menjadi bancakan segelintir elite lokal. (Dedy Okta)