Batam Buser Fakta Pendidikan.Com
Polemik ratusan kontainer berisi barang elektronik tidak baru di Pelabuhan Batuampar kini berubah menjadi drama panjang tanpa kepastian. Dugaan kontainer mengandung limbah B3 terus digaungkan, namun hingga kini tak satu pun hasil uji resmi diumumkan kepada publik. Sementara itu, perusahaan-perusahaan pengimpor terus menanggung kerugian miliaran rupiah.
Di tengah kabut informasi yang simpang siur, PT Esun menjadi pihak yang paling terbuka menyampaikan data. Kepala Biro Hukum PT Esun, Andri, menegaskan bahwa sebagian informasi yang beredar telah membentuk stigma tanpa dasar ilmiah.
“Barang Baku Industri, Bukan Limbah”: Klaim yang Diabaikan Publik
PT Esun menegaskan bahwa barang impor tersebut belum memenuhi unsur untuk dikategorikan sebagai limbah B3. Mengacu Permenperin No. 16/2021, barang elektronik tidak baru yang masih bisa diolah ulang masuk kategori bahan baku bernilai ekonomi, bukan limbah.
Andri menyoroti kurangnya ketelitian pihak-pihak yang membangun narasi negatif.
“Perbedaan antara limbah B3 elektronik dan barang elektronik tidak baru itu fundamental, tapi sering ditelan pemberitaan tanpa cek fakta,” ujarnya.
Tudingan Pencemaran Dimentahkan: “Semua Ada Data Resminya”
Isu pencemaran lingkungan juga ditepis keras oleh perusahaan. PT Esun menyebut seluruh material diolah, bukan dibuang sembarangan. Pemantauan rutin bersama Sucofindo selama bertahun-tahun disebut tidak pernah menunjukkan pelanggaran baku mutu.
“Kalau ukuran kita data resmi, bukan rumor, maka tidak ada bukti pencemaran di fasilitas kami,” tegas Andri.
2.000 Pekerja Terancam: Dimensi Manusia yang Dilupakan Regulator
PT Esun mengingatkan, polemik tanpa ujung ini bukan hanya soal barang di kontainer—tetapi soal nasib ribuan pekerja lokal. Industri pengolahan elektronik tidak baru di Batam menyerap lebih dari 2.000 tenaga kerja.
“Keputusan tergesa-gesa tanpa dasar ilmiah bisa menciptakan gelombang PHK. Ini risiko sosial yang nyata,” ujarnya.
Izin Resmi Sejak 2017: Negara Tahu Persis Barang yang Diimpor
Perusahaan juga menegaskan bahwa operasional mereka bukan berjalan di area abu-abu. Mereka mengantongi izin BP Batam sejak 2017 dan secara rutin mendapatkan SPPB dari Bea Cukai Batam—dokumen yang hanya terbit setelah verifikasi.
Bagi PT Esun, hal ini menunjukkan bahwa negara sudah mengetahui karakter barang yang diimpor dan menilainya sah sebagai bahan baku industri.
Peringatan Keras Soal Wacana Re-ekspor
PT Esun menilai wacana re-ekspor yang dipaksakan sebelum ada keputusan resmi justru mempertaruhkan kredibilitas pemerintah. Jika belakangan terbukti barang tersebut bukan limbah B3, maka kerugian investasi bisa berujung pada tuntutan balik.
“Ini bukan perkara kecil. Keputusan harus berbasis bukti ilmiah, bukan tekanan opini atau keinginan menyelesaikan polemik secara instan,” ujar Andri.
Bola di Tangan Pemerintah
Hingga berita ini diturunkan, pemerintah belum memberikan penetapan final. Ratusan kontainer itu tetap terparkir di Batuampar—menjadi simbol tarik menarik antara regulasi, kepentingan ekonomi, dan kegaduhan publik.
Sementara itu, pelaku industri menunggu, regulator berhitung, dan masyarakat terus bertanya: di mana sebenarnya hasil uji resmi yang dapat menjawab polemik ini (Red/Tim)



