Iklan

DARI BALIK RIUH RENDAH PANSUS 8 DPRD KOTA BEKASI

Sabtu, 06 Desember 2025, Desember 06, 2025 WIB Last Updated 2025-12-07T04:15:07Z

 


"Bukan Hanya Soal Dirut yang Tertidur, Tapi Juga Manuver, Aroma Transaksi, dan Raperda Penyertaan Modal yang Penuh Teka-Teki."


Kota Bekasi, Buserfaktapendidikan.com 


Suhu politik dan birokrasi di DPRD Kota Bekasi kembali menghangat, meski ruang rapat Pansus 8 terasa dingin oleh AC yang seolah sengaja disetel untuk membekukan perasaan siapa pun yang mencoba berpikir jernih. Di balik riuh rendah rapat yang viral — tak hanya karena momen sang Dirut BUMD yang tertangkap kamera “terlena dalam lelap”, tetapi juga karena dinamika tajam sang sekretaris Pansus — terselip satu dokumen yang jauh lebih penting dari sekadar drama ruang sidang: Raperda Penyertaan Modal BUMD Tahun 2025.


Dokumen itu tebal, gagah, dan penuh istilah formal yang biasanya hanya dipahami oleh para perumus anggaran dan konsultan yang dibayar dengan APBD. Tabel-tabelnya rapi, angka-angkanya berderet manis, dan kalimat pembukanya seperti kalimat yang sudah mengantongi restu dari langit birokrasi. Namun seperti biasa, ada sesuatu yang tak tertulis: aroma ‘siapa kebagian apa’.


Jebakan Fiskal: Layaknya Memaksa Beli Mobil Mewah Saat Cicilan Motor Saja Masih Nunggak

Pemerintah Kota Bekasi dalam Raperda ini tampak sangat percaya diri ingin kembali menyuntik modal ke beberapa BUMD. Narasinya klasik: demi mendongkrak kinerja perusahaan daerah, menambah PAD, dan tentu saja mempercantik citra pemerintahan.


Tetapi laporan keuangan daerah seperti berbisik lirih dari balik lembar-lembar APBD,

“Bro, kamu yakin? Ini nambah beban, bukan nambah kekuatan.”

Di saat pendapatan daerah menurun dan belanja wajib menjerit—bahkan mengalahkan jeritan sejumlah PPPK Paruh Waktu yang hingga kini belum jelas honor TPP-nya—usulan penyertaan modal justru muncul seperti iklan “kredit tanpa DP, proses cepat” yang menggoda tetapi berpotensi memerangkap.


Faktanya, di banyak daerah, penyertaan modal sering berubah menjadi jebakan fiskal elegan:

legal, rapi di atas kertas, namun menambah tekanan pada APBD tanpa menghasilkan manfaat signifikan bagi publik. Sering kali, manfaat justru lebih dirasakan oleh pihak-pihak yang rajin membawa proposal dan map tipis berlogo instansi.


“Transaksional Fee”: Kata yang Tak Pernah Muncul di Raperda, Tapi Sering Muncul di Meja Kopi Darat

Di dokumen resmi, tidak ada satu pun istilah “success fee”, “administrasi terima kasih”, apalagi “jasa pengantaran keputusan”.


Namun di dunia nyata, di mana kopi darat lebih menentukan arah kebijakan daripada rapat resmi, kosakata itu bukan barang asing.


Para legislator berdebat, para pejabat menjelaskan, para direksi BUMD memaparkan.

Tetapi di luar ruang rapat, di parkiran, di kafe, di grup WhatsApp, ada obrolan lain yang tidak pernah masuk dalam transkrip rapat Pansus.


Obrolan yang bisa menentukan apakah sebuah penyertaan modal menjadi kebijakan rasional… atau sekadar pintu masuk transaksi.


Pertanyaan yang Menggantung di Udara Pansus: Untuk Siapa Sesungguhnya Penyertaan Modal Ini?


Di tengah sorotan nasional terhadap dinamika Pansus 8—mulai dari drama ngantuk hingga manuver-manuver politis—publik justru belum mendapatkan jawaban inti:


Apakah penyertaan modal ini benar-benar dibutuhkan BUMD?

Apakah kondisi fiskal daerah memampukan?

Atau ini hanya proyek “pura-pura menolong BUMD” yang pada akhirnya menjadi beban APBD dan formalitas untuk membuka ruang transaksional?

Raperda Penyertaan Modal 2025 ini sedang diproses, didiskusikan, dan diperdebatkan.


Namun sebelum mengetuk palu, satu hal perlu diingat: kebijakan fiskal bukan ajang coba-coba, apalagi ajang bagi-bagi.


Dan jika rapat Pansus 8 terus menjadi tontonan, bukan ruang perumusan kebijakan yang jernih, maka pertanyaan publik hanya akan semakin lantang:


Raperda ini dibuat untuk kepentingan daerah, atau untuk kepentingan segelintir orang di balik layar? (Redaksi)

Komentar

Tampilkan

  • DARI BALIK RIUH RENDAH PANSUS 8 DPRD KOTA BEKASI
  • 0

Terkini