Kabupaten Bekasi.Buser Fakta Pendidikan.Com
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bekasi, Donny Sirait, menanggapi tegas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat terkait dugaan kelebihan bayar pengadaan BBM senilai Rp1,6 miliar dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Anggaran 2024. Donny menilai audit tersebut tidak menangkap realitas operasional di lapangan dan hanya bertumpu pada penilaian administratif.
Temuan itu menjadi sorotan dalam rapat bersama Komisi III DPRD Kabupaten Bekasi pada Selasa (14/10/2025). Di hadapan anggota dewan, Donny menyebut perbedaan data dalam audit muncul karena proses operasional kendaraan jauh lebih kompleks dibandingkan asumsi BPK.
“BPK hanya melihat dari sisi administrasi. Faktanya di lapangan, pelaksanaan tidak semudah yang dibayangkan. Aplikasi MyPertamina sering mengalami gangguan jaringan, error, dan kendala teknis lainnya,” ujarnya.
Menurutnya, hambatan teknis pada aplikasi MyPertamina berkontribusi besar terhadap ketidaksesuaian data pembelian BBM. Ia menjelaskan sistem barcode pada aplikasi kerap tidak sinkron karena pergantian sopir dan pola kerja shift.
“Sopir itu bergantian. Saat barcode masih menempel di pengemudi sebelumnya dan tidak ter-update, terjadilah ketidaksesuaian data. Di situlah potensi perbedaan muncul,” kata Donny.
Selain itu, Donny menyoroti minimnya verifikasi lapangan dalam audit. Ia menegaskan bahwa aktivitas kendaraan operasional DLH sebenarnya tercatat rutin di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burangkeng, sehingga data tersebut seharusnya menjadi pembanding sahih dalam menilai penggunaan BBM.
“Setiap kendaraan yang masuk ke TPA Burangkeng tercatat setiap hari. Itu bukti bahwa kendaraan operasional berfungsi dan tidak fiktif,” ucapnya.
Namun penjelasan teknis yang disampaikan DLH, menurut Donny, tidak diakomodasi oleh auditor BPK.
“Kami sudah sampaikan klarifikasi, tapi tidak diterima. Pada akhirnya kami diwajibkan mengembalikan kelebihan bayar tersebut,” ungkapnya.
DLH saat ini tengah menjalankan kewajiban pengembalian dana secara bertahap sebesar Rp100 juta per bulan dan telah memasuki putaran pembayaran ketiga.
Di tengah polemik tersebut, Donny menekankan bahwa DLH justru mencatat kinerja positif dari sisi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pada 2024, realisasi PAD DLH meningkat dari target Rp6 miliar menjadi Rp15 miliar.
“Dari sisi PAD, capaian kita sesuai target. Tidak semua hal perlu dilihat dari sisi negatif,” tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, BPK Jawa Barat belum memberikan tanggapan resmi terkait pernyataan DLH. Pihak Pertamina maupun Pertamina Patra Niaga yang menjadi rujukan data administratif dalam audit juga belum merespons dugaan perbedaan data serta kendala teknis pada aplikasi MyPertamina yang disampaikan DLH.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bekasi, Donny Sirait, menanggapi tegas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat terkait dugaan kelebihan bayar pengadaan BBM senilai Rp1,6 miliar dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Anggaran 2024. Donny menilai audit tersebut tidak menangkap realitas operasional di lapangan dan hanya bertumpu pada penilaian administratif.
Temuan itu menjadi sorotan dalam rapat bersama Komisi III DPRD Kabupaten Bekasi pada Selasa (14/10/2025). Di hadapan anggota dewan, Donny menyebut perbedaan data dalam audit muncul karena proses operasional kendaraan jauh lebih kompleks dibandingkan asumsi BPK.
“BPK hanya melihat dari sisi administrasi. Faktanya di lapangan, pelaksanaan tidak semudah yang dibayangkan. Aplikasi MyPertamina sering mengalami gangguan jaringan, error, dan kendala teknis lainnya,” ujarnya.
Menurutnya, hambatan teknis pada aplikasi MyPertamina berkontribusi besar terhadap ketidaksesuaian data pembelian BBM. Ia menjelaskan sistem barcode pada aplikasi kerap tidak sinkron karena pergantian sopir dan pola kerja shift.
“Sopir itu bergantian. Saat barcode masih menempel di pengemudi sebelumnya dan tidak ter-update, terjadilah ketidaksesuaian data. Di situlah potensi perbedaan muncul,” kata Donny.
Selain itu, Donny menyoroti minimnya verifikasi lapangan dalam audit. Ia menegaskan bahwa aktivitas kendaraan operasional DLH sebenarnya tercatat rutin di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burangkeng, sehingga data tersebut seharusnya menjadi pembanding sahih dalam menilai penggunaan BBM.
“Setiap kendaraan yang masuk ke TPA Burangkeng tercatat setiap hari. Itu bukti bahwa kendaraan operasional berfungsi dan tidak fiktif,” ucapnya.
Namun penjelasan teknis yang disampaikan DLH, menurut Donny, tidak diakomodasi oleh auditor BPK.
“Kami sudah sampaikan klarifikasi, tapi tidak diterima. Pada akhirnya kami diwajibkan mengembalikan kelebihan bayar tersebut,” ungkapnya.
DLH saat ini tengah menjalankan kewajiban pengembalian dana secara bertahap sebesar Rp100 juta per bulan dan telah memasuki putaran pembayaran ketiga.
Di tengah polemik tersebut, Donny menekankan bahwa DLH justru mencatat kinerja positif dari sisi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pada 2024, realisasi PAD DLH meningkat dari target Rp6 miliar menjadi Rp15 miliar.
“Dari sisi PAD, capaian kita sesuai target. Tidak semua hal perlu dilihat dari sisi negatif,” tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, BPK Jawa Barat belum memberikan tanggapan resmi terkait pernyataan DLH. Pihak Pertamina maupun Pertamina Patra Niaga yang menjadi rujukan data administratif dalam audit juga belum merespons dugaan perbedaan data serta kendala teknis pada aplikasi MyPertamina yang disampaikan DLH. (Red)



