
Kota Bekasi, Buserfaktapendidikan.com
Polemik mengenai status lahan fasilitas sosial dan fasilitas umum (Fasos Fasum) di kawasan Perumnas 2, Kelurahan Kayuringin Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jawa Barat, masih terus menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan warga. Pasalnya, lahan yang semula diperuntukkan bagi kepentingan warga kini telah berdiri bangunan milik Pemerintah Kota Bekasi, tanpa penjelasan yang jelas mengenai proses peralihannya.
Warga Perumnas 2 mengaku resah dan mempertanyakan dasar hukum penguasaan lahan Fasos Fasum oleh pihak Pemkot Bekasi. Menurut mereka, tanah tersebut merupakan bagian dari kewajiban pengembang Perumnas yang telah mereka lunasi melalui angsuran rumah tiap bulan sejak akad kredit dilakukan.
“Dari awal kami tahu bahwa lahan Fasos Fasum itu untuk kepentingan warga, seperti ruang terbuka hijau, taman, lapangan olahraga, dan area publik lainnya. Tapi sekarang malah dibangun kantor Bawaslu dan tempat pengolahan sampah TPS 3R,” ujar salah seorang warga yang enggan disebut namanya, mewakili keresahan warga lainnya.
Bangunan yang dimaksud warga yakni Kantor Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Bekasi dan bangunan pengelolaan sampah (TPS 3R) yang disebut-sebut dibangun oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi.
Warga menduga, pembangunan itu dilakukan tanpa melalui proses konsultasi publik yang melibatkan masyarakat Perumnas 2 sebagai pihak yang merasa memiliki hak moral atas lahan tersebut.
Saat dikonfirmasi, Dewi, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi, membenarkan bahwa proyek TPS 3R tersebut memang dibangun di atas lahan yang dimaksud.
“Pembangunan itu sudah mendapat surat persetujuan dari Ketua RW, Lurah Kayuringin Jaya, dan Camat Bekasi Selatan,” ujarnya melalui sambungan telepon.
Namun, ketika diminta menunjukkan bukti tertulis atau salinan surat persetujuan tersebut, Dewi enggan memberikan secara rinci.
Pernyataan itu justru menambah kebingungan warga. Mereka menilai, seharusnya pemerintah kota lebih transparan dalam mengelola aset publik, apalagi menyangkut lahan yang diklaim merupakan bagian dari fasilitas sosial dan fasilitas umum hasil pengembangan Perumnas.
“Kalau memang ada dasar hukumnya, tunjukkan dokumennya. Jangan seolah-olah warga tidak punya hak sama sekali. Kami yang dulu mencicil rumah ini juga ikut membayar nilai tanah termasuk Fasos Fasum-nya,” tegas warga lain.
Sejumlah tokoh masyarakat di Perumnas 2 menilai, masalah ini tidak bisa dibiarkan berlarut. Mereka mendesak agar Pemkot Bekasi membuka dokumen kepemilikan lahan tersebut secara transparan kepada publik.
“Jangan sampai lahan yang semestinya untuk kepentingan warga justru dikuasai dan dibangun untuk kepentingan instansi tertentu tanpa dasar yang jelas. Ini bisa memicu ketegangan sosial,” ujar salah satu tokoh masyarakat setempat.
Polemik status lahan Fasos Fasum di wilayah Perumnas bukan hal baru. Kasus serupa juga pernah terjadi di beberapa titik lain di Kota Bekasi, di mana lahan publik berubah fungsi tanpa kejelasan status hukum dan tanpa sosialisasi yang memadai kepada warga.
Warga berharap Wali Kota Bekasi beserta instansi terkait turun tangan untuk melakukan klarifikasi dan memastikan agar setiap penggunaan lahan Fasos Fasum dilakukan sesuai dengan peruntukannya dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Red)