Jakarta Utara. Buser Fakta Pendidikan.Com
Jemaat Gereja Pantekosta di Indonesia (GPDI) Filadelfia Kelapa Gading, Jakarta Utara, merayakan Natal dengan penuh sukacita dan kekhidmatan sesuai dengan jadwal kebaktian yang telah ditetapkan. Perayaan berlangsung meriah namun tetap tertib, dihadiri oleh seluruh jemaat dari berbagai kalangan usia.
Kebaktian Natal dipimpin oleh Pdt. Jefri Manopo, yang dalam khotbahnya mengangkat tema Natal berdasarkan Injil Lukas 2 ayat 30. Tema tersebut menekankan makna keselamatan yang hadir melalui kesederhanaan kelahiran Yesus Kristus, sekaligus mengajak jemaat untuk kembali merenungkan esensi iman dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam penyampaiannya, Pdt. Jefri Manopo menegaskan bahwa sepanjang sejarah manusia tidak pernah kekurangan tanda-tanda ilahi. Namun, yang sering kali hilang adalah keberanian untuk percaya dan membuka hati. Ia mengingatkan bahwa Tuhan kerap menyatakan kehendak-Nya bukan melalui kemegahan kekuasaan atau kekayaan, melainkan lewat peristiwa-peristiwa sederhana yang sering diabaikan manusia.
“Sejak dahulu, pesan Tuhan berulang kali hadir melalui kehidupan orang-orang sederhana. Sayangnya, manusia sering terjebak pada logika kepentingan duniawi, sehingga kebenaran yang lahir dari kerendahan hati justru ditolak,” ujar Pdt. Jefri di hadapan jemaat.
Ia juga menekankan bahwa Tuhan tidak menilai manusia dari jabatan, kekayaan, atau status sosial, melainkan dari kejujuran, ketaatan, dan ketulusan hati. Menurutnya, Natal menjadi momentum penting bagi umat untuk kembali pada nilai-nilai tersebut, terlebih di tengah kehidupan modern yang kerap mengukur segalanya dengan untung dan rugi.
Perayaan Natal di GPDI Filadelfia tidak hanya diisi dengan ibadah, tetapi juga puji-pujian dan suasana kebersamaan yang hangat antarjemaat. Nuansa kekeluargaan terasa kuat, mencerminkan pesan Natal tentang kasih, pengharapan, dan kerendahan hati.
Melalui perayaan ini, jemaat diajak untuk merefleksikan kembali bahwa persoalan utama manusia masa kini bukanlah kekurangan petunjuk, melainkan kecenderungan menutup hati karena kesombongan dan kepentingan pribadi. Natal, sebagaimana disampaikan dalam khotbah, menjadi pengingat bahwa Tuhan tidak pernah berhenti berbicara—manusialah yang sering memilih untuk tidak mendengar. (Timbul Sinaga)



