Kota Bekasi.Buser Fakta Pendidikan. Com
Dugaan pelaksanaan proyek bermutu rendah di lingkungan Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimtan) Kota Bekasi kian menguat. Hasil investigasi lapangan tiga lembaga swadaya masyarakat mengindikasikan pola pekerjaan yang tidak taat kontrak, namun tetap berjalan mulus hingga tahap pembayaran.
Temuan tersebut memantik pertanyaan serius: apakah fungsi pengawasan internal pemerintah daerah benar-benar berjalan, atau justru dibiarkan tumpul?
Ketua Umum LSM Forkorindo, Tohom TPS, SE, SH, MM, menyebutkan bahwa berdasarkan pemantauan fisik di sejumlah titik proyek, banyak pekerjaan yang diduga tidak mengacu Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan spesifikasi teknis sebagaimana tertuang dalam kontrak.
“Yang kami temukan bukan kesalahan kecil. Ini sudah mengarah pada pelanggaran teknis sistematis. Kepatuhan terhadap kontrak kami duga hanya sekitar 40 persen,” ujar Tohom.
Padahal, Perpres Nomor 16 Tahun 2018 jo. Perpres 12 Tahun 2021 secara tegas menempatkan PPK sebagai penanggung jawab penuh atas kesesuaian spesifikasi, pelaksanaan kontrak, hingga kebenaran pembayaran. Ketidaksesuaian fisik pekerjaan seharusnya menjadi alarm dini bagi Inspektorat selaku Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Namun fakta di lapangan menunjukkan, proyek tetap berjalan seolah tanpa koreksi berarti.
Ketua Umum LSM Aman, Rusben Siagian, menilai proses pengadaan melalui LPSE maupun e-katalog justru kehilangan makna substantifnya. Menurutnya, sistem digital tidak akan berarti apa-apa jika pengawasan fisik di lapangan hanya formalitas.
“Regulasi LKPP sudah jelas, pembayaran hanya boleh dilakukan jika pekerjaan sesuai kontrak. Tapi kenyataannya, banyak pekerjaan diduga tidak sesuai spek, lolos dari pengawasan, dan tetap dibayar,” kata Rusben.
Ia menduga adanya kelalaian serius pengawasan konsultan dan pengendalian internal dinas, yang berpotensi membuka ruang pemborosan anggaran daerah.
Sorotan paling tajam disampaikan Ketua DPD LSM Kampak-RI Provinsi Jawa Barat, Indra Pardede. Ia menilai, kondisi ini tidak bisa dilepaskan dari lemahnya peran Inspektorat dan potensi pembiaran struktural.
“Inspektorat seharusnya menjadi benteng terakhir. Jika proyek yang tidak sesuai spek tetap dibayar, maka patut dipertanyakan fungsi pengawasan itu sendiri,” tegas Indra.
Sebagai contoh konkret, Indra membeberkan hasil investigasi pada proyek USB SMPN 59 Kota Bekasi dengan nilai kontrak Rp2.205.600.000 yang dikerjakan oleh CV Tiga Bersaudara Mandiri. Di lapangan, LSM menemukan dugaan kekurangan adukan semen pada pasangan batu pecah serta pemasangan sloof cakar ayam tanpa galian, yang langsung diletakkan sejajar dengan tanah urugan.
“Ini bukan sekadar cacat estetika. Dalam konstruksi, sloof adalah elemen struktur vital. Jika dipasang tanpa galian, maka daya dukung bangunan patut diragukan dan berpotensi membahayakan keselamatan siswa,” ungkapnya.
Padahal, Permen PUPR tentang standar jasa konstruksi mewajibkan setiap pekerjaan dilaksanakan sesuai metode kerja, gambar teknis, dan standar mutu. Penyimpangan metode kerja berpotensi menurunkan umur bangunan dan meningkatkan risiko kegagalan struktur.
Indra mempertanyakan, atas dasar apa pembayaran proyek tersebut bisa dicairkan penuh, jika fakta lapangan menunjukkan ketidaksesuaian. Ia menegaskan, Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 secara eksplisit mewajibkan verifikasi fisik sebelum pencairan anggaran.
“Kalau pembayaran tetap dilakukan, ini bukan lagi sekadar dugaan pelanggaran teknis, tapi sudah menyentuh potensi pelanggaran pengelolaan keuangan daerah,” katanya.
Ketiga LSM mendesak Wali Kota Bekasi untuk turun tangan langsung dengan memerintahkan audit menyeluruh atas proyek Disperkimtan serta mengevaluasi kinerja Inspektorat. Mereka menilai, tanpa langkah tegas, dugaan proyek “asal jadi” hanya akan terus berulang dan merugikan masyarakat.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Disperkimtan Kota Bekasi, Inspektorat, maupun penyedia jasa terkait belum memberikan keterangan resmi. Redaksi tetap membuka ruang hak jawab dan klarifikasi sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. (Rifai/Udin)



