Iklan

Di Era Tekanan Algoritma, Wartawan Dituntut Tak Hanya Cepat, Tapi Cerdas Beretika

Jumat, 31 Oktober 2025, Oktober 31, 2025 WIB Last Updated 2025-11-01T04:11:22Z

 


Kota Bekasi, Kupasfakta.com


Di tengah derasnya arus informasi dan tekanan algoritma media sosial yang menuntut kecepatan dan viralitas, wartawan ditantang bukan sekadar untuk menulis cepat, tetapi berpikir cerdas, bertindak cermat, dan beretika dalam setiap langkah.


Refleksi itu mengemuka dalam Pembekalan dan Sosialisasi Penerapan Undang-Undang Pers, Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bekasi Raya, Jumat (31/10/2025), di Sekretariat PWI Bekasi Raya, Kota Bekasi.


Forum ini menghadirkan sejumlah narasumber lintas sektor: Direktur Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PWI Pusat Aat Surya Safaat, pakar hukum Dr. Sulvia Triana Hapsari, S.H., M.Hum, serta perwakilan Bidang Hukum Polres Metro Bekasi Kota AKP Sentot. Hadir pula Kadis Kominfostandi Kota Bekasi Drs. Nadih Arifin, M.Si, dan para jurnalis dari berbagai media cetak, online, dan elektronik anggota PWI Bekasi Raya.


“Wartawan Harus Berniat Baik dan Cerdik di Lapangan”

Mengawali sesi, Aat Surya Safaat—wartawan senior yang lama berkecimpung di dunia redaksi nasional dan internasional—menyentil hal yang kerap dilupakan di tengah hiruk pikuk pemberitaan: niat baik.


“Wartawan keluar rumah untuk bertugas harus berniat baik agar rezekinya lancar,” ujarnya penuh makna, disambut senyum para peserta.


Aat menekankan bahwa kecerdikan di lapangan bukan sekadar strategi liputan, melainkan bagian dari etika profesional.


“Cerdik membaca momentum, tahu kapan bertanya, dan tahu kapan diam, itu juga etika,” katanya.


Menurutnya, wartawan yang berpegang pada prinsip cover both sides, berimbang, dan tunduk pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) akan selalu terlindungi oleh integritasnya sendiri.


Ketika Niat Baik Tak Cukup Tanpa Pengetahuan Hukum

Nada bijak Aat dilanjutkan oleh Dr. Sulvia Triana Hapsari, akademisi hukum yang menyoroti sisi yuridis profesi pers. Ia menegaskan, banyak wartawan tersandung kasus bukan karena isi berita, melainkan karena unsur mens rea — niat atau kesengajaan dalam perbuatan hukum.


“Kadang bukan tulisannya yang salah, tapi cara menulis yang menggiring opini hingga dianggap merugikan pihak lain,” jelas Sulvia.


Menurutnya, wartawan masa kini tak bisa hanya mengandalkan insting jurnalistik. Mereka juga harus memiliki literasi hukum sebagai bagian dari literasi media.


“Satu kalimat bisa menjadi bukti hukum. Satu unggahan bisa menjadi delik. Wartawan harus paham batas antara kritik dan pencemaran nama baik,” tegasnya.


Kesadaran etik dan kehati-hatian, lanjut Sulvia, adalah benteng pertama yang melindungi profesi dari kriminalisasi dan kesalahan etika.


Kritik Boleh, Fitnah Tidak

Dari perspektif penegakan hukum, AKP Sentot menegaskan pentingnya keseimbangan antara kebebasan pers dan tanggung jawab hukum.


“Hukum tidak melarang kritik, tapi melarang fitnah,” ujarnya tegas.

Ia menegaskan, kepolisian memandang media sebagai mitra strategis, bukan lawan.


“Wartawan tidak boleh tendensius. Tulis fakta dengan berimbang, maka hukum akan melindungi Anda,” katanya.


Sentot menegaskan bahwa UU Pers, UU KIP, dan UU ITE bukan sekadar aturan, tetapi “pagar etika” yang menjaga agar demokrasi komunikasi tetap beradab.


“Pers yang Beretika Akan Dihormati Hukum, Pers yang Jujur Akan Dihormati Sejarah”

Menutup acara, Ketua PWI Bekasi Raya Ade Muksin, S.H., menyampaikan refleksi yang merangkum seluruh pesan para narasumber.


“Forum ini bukan sekadar pembekalan, tapi cermin bahwa profesi wartawan harus berjalan di atas dua kaki: kebebasan dan tanggung jawab,” tegasnya.


Ade menuturkan, kegiatan ini digagas untuk memperkuat pemahaman hukum di kalangan jurnalis agar mereka tidak hanya berani menulis, tetapi juga memahami batasnya.


“Wartawan yang memahami hukum tidak akan takut, tapi juga tidak akan ceroboh,” ujarnya.

Ia juga menyayangkan ketidakhadiran pihak Pengadilan Negeri Kota Bekasi, khususnya Ketua PN, dalam forum tersebut.


“Kehadiran mereka penting untuk melengkapi perspektif hukum—legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pers yang kuat membutuhkan sistem hukum yang hadir dan terbuka,” katanya.


Meski begitu, Ade menutup dengan nada optimistis:

“Pers yang beretika akan dihormati hukum. Pers yang jujur akan dihormati sejarah. Mari kita jaga marwah profesi ini, agar pena kita tetap tajam, tapi tidak menusuk—hanya menerangi.”


Acara ditutup dengan sesi tanya jawab yang interaktif dan foto bersama. Para jurnalis muda tampak antusias mencatat setiap pesan dan menyerap semangat baru: menulis lebih cerdas, bukan hanya lebih cepat. (Pas/Red)

Komentar

Tampilkan

  • Di Era Tekanan Algoritma, Wartawan Dituntut Tak Hanya Cepat, Tapi Cerdas Beretika
  • 0

Terkini