
SIAK.Buser Fakta Pendidikan Com
Keberadaan PT Biomassa Energy Sanskrit Trading Indonesia (BESTI) di Kampung Mengkapan, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, kian jadi buah bibir. Perusahaan pengolahan dan penampungan cangkang sawit itu diduga beroperasi tanpa kelengkapan izin. Lebih fatal, lokasi berdirinya bukan di Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB) sebagaimana diatur RTRW, melainkan persis di jantung pemukiman warga.
Dekat sekolah dasar, dekat rumah-rumah warga, aktivitas industri ini memunculkan keresahan. Bukan hanya soal polusi dan kebisingan, tetapi juga soal keselamatan generasi muda yang setiap hari melintasi jalur truk-truk pengangkut cangkang.
Perusahaan Bungkam
Saat dimintai klarifikasi, pihak perusahaan memilih bungkam. Seorang karyawan hanya mengarahkan wartawan untuk menghubungi Humas. Namun, hingga berita ini diterbitkan, Humas PT BESTI Indra Lesmana tak sekalipun merespons permintaan konfirmasi.
Aktivis Lingkungan: Pelanggaran Nyata
Aktivis lingkungan asal Siak, Syamsul Hadi, menyebut keberadaan industri di tengah pemukiman sebagai “pelanggaran nyata tata ruang.”
“Cangkang sawit itu limbah keras. Kalau ditumpuk sembarangan, bisa timbul bau menyengat dan berisiko bagi kesehatan warga. Apalagi kalau tanpa dokumen lingkungan seperti Amdal atau UKL-UPL,” tegasnya.
Warga Resah, Jalan Nasional Jadi Korban
Keluhan juga datang dari warga. Jalan nasional yang semestinya lancar berubah menjadi arena parkir liar truk-truk perusahaan.
“Sering nyaris tabrakan. Truk parkir sembarangan, kami yang jadi korban,” ujar seorang warga.
Penghulu Kampung Mengkapan, Muhir, mengaku sudah berulang kali menegur perusahaan. “Mereka sempat patuh, tapi hanya sebentar. Setelah itu truk kembali parkir di badan jalan,” ungkapnya.
Polisi Ingatkan Soal Parkir
Kapolsek Sungai Apit, Iptu Budiman Dalimunthe, membenarkan banyaknya laporan warga. “Perusahaan wajib menyiapkan lahan parkir sendiri. Kalau terus begini, jelas membahayakan,” tegasnya.
Publik Menanti Ketegasan Pemkab
Hingga kini, Pemkab Siak belum bersuara. Publik pun menunggu: apakah pemerintah daerah akan menutup mata, atau berani menegakkan aturan tata ruang dan perizinan yang mereka buat sendiri (Red)