Iklan

Somasi Kapolda Maluku Utara Dianggap Cacat Hukum, Warga Tuntut Transparansi Riwayat Tanah

Sabtu, 24 Mei 2025, Mei 24, 2025 WIB Last Updated 2025-05-24T11:18:53Z

 


Ternate, Buser Fakta Pendidikan.com 


Somasi kedua yang dilayangkan Kapolda Maluku Utara terhadap warga tiga kelurahan di Kota Ternate—Ubo-ubo, Kayu Merah, dan Bastiong Karance—menuai kritik tajam dari kalangan praktisi hukum. Somasi terkait klaim kepemilikan atas lahan seluas 45.735 meter persegi itu dinilai bermasalah secara prosedural, lantaran dituju kepada salah satu warga yang telah meninggal dunia.


Cacat Prosedur: Somasi Dialamatkan kepada Almarhum


Somasi yang dikirim dengan mencantumkan nama Saleh Muhammad—warga yang diketahui telah wafat beberapa tahun lalu—dipertanyakan legalitasnya. Praktisi hukum Iswan Samma, SH menyatakan bahwa tindakan tersebut melanggar prinsip dasar hukum perdata.


“Dalam Pasal 3 KUHPerdata ditegaskan bahwa subjek hukum berakhir saat seseorang meninggal dunia. Maka, somasi kepada almarhum adalah cacat hukum,” ujar Iswan kepada media, Jumat (24/5/2025). Ia meminta Kapolda segera mencabut somasi tersebut dan memperbarui data penerima somasi secara akurat.


Klaim Hak Pakai Dipertanyakan


Surat somasi tersebut menyebut bahwa lahan dimaksud merupakan milik Polri berdasarkan Hak Pakai Nomor 3. Namun, masyarakat setempat menolak klaim tersebut dan menuntut pembuktian legalitasnya.


“Kalau memang ada Hak Pakai, mana bukti historisnya? Kapan diterbitkan? Atas nama siapa? Kami sudah tinggal di sini sejak zaman kolonial,” ujar seorang warga Kelurahan Ubo-ubo yang meminta identitasnya dirahasiakan.


Iswan mengacu pada ketentuan dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960. Menurutnya, Hak Pakai harus memiliki dasar yuridis yang jelas. “Pasal 24 UUPA menyatakan bahwa pemberian Hak Pakai wajib disertai dokumen resmi, sedangkan Pasal 53 mewajibkan adanya bukti sejarah kepemilikan,” terangnya.


Tanah Adat Turun-Temurun


Warga dari tiga kelurahan menyatakan bahwa lahan tersebut telah ditempati secara turun-temurun, bahkan sebelum kemerdekaan RI. “Nenek moyang kami, termasuk anggota Brimob zaman dahulu, tinggal di sini sejak lama. Tidak pernah ada somasi sebelumnya,” ujar seorang warga Kayu Merah.


Iswan menambahkan bahwa jika masyarakat dapat membuktikan penguasaan secara turun-temurun, maka mereka dapat mengajukan pengakuan hak atas tanah, baik sebagai hak milik maupun hak ulayat berdasarkan hukum adat.


Desakan untuk Mediasi dan Keterlibatan Pemda


Masyarakat juga menyayangkan sikap pasif Pemerintah Kota Ternate dan Pemprov Maluku Utara dalam menyikapi konflik ini. “Wali Kota dan DPRD seharusnya menjadi mediator, bukan justru diam,” ujar Iswan.


Ia juga mendesak Gubernur Maluku Utara, Sherly Juanda, agar mengambil peran aktif sebagaimana janji kampanyenya terkait perlindungan terhadap masyarakat adat dan penyelesaian konflik agraria.


Kapolda Belum Beri Klarifikasi


Hingga berita ini ditayangkan, Kapolda Maluku Utara belum memberikan tanggapan resmi terkait status Hak Pakai maupun keabsahan data dalam somasi. Upaya redaksi untuk memperoleh klarifikasi melalui sambungan resmi belum mendapatkan respons.


Pakar Hukum: Somasi Bukan Bukti Kepemilikan


Pakar Hukum Agraria dari Universitas Khairun, Dr. Ahmad Yusuf, menegaskan bahwa somasi tidak dapat berdiri sendiri sebagai bukti hukum kepemilikan tanah.


“Somasi hanya bagian dari tahapan non-litigasi. Jika dibawa ke ranah hukum, pihak yang mengklaim—dalam hal ini Kapolda atau institusi Polri—harus membuktikan legalitas kepemilikannya secara sah. Sementara warga dapat mengajukan keberatan melalui bukti okupasi dan riwayat tanah adat,” jelasnya.


Penutup


Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi pengelolaan tanah dan koordinasi lintas lembaga. Warga berharap penyelesaian dilakukan melalui pendekatan dialogis, tanpa tekanan hukum yang mengintimidasi. (Red)


Komentar

Tampilkan

  • Somasi Kapolda Maluku Utara Dianggap Cacat Hukum, Warga Tuntut Transparansi Riwayat Tanah
  • 0

Terkini