Kota Bekasi. Buser Fakta Pendidikan.Com
Proyek Perbaikan Jalan Mustikajaya yang menelan anggaran miliaran rupiah kembali memperlihatkan wajah buram pembangunan infrastruktur di Kota Bekasi. Alih-alih menjadi bukti keseriusan pemerintah membenahi kota, proyek ini justru memperlihatkan bagaimana sebuah pekerjaan bisa berjalan tanpa kendali, tanpa standar, dan tanpa rasa malu.
Kota Bekasi Belum Siap, Tapi Dipaksakan Pakai E-Katalog 6.0
Ketua DPD Jabar LSM KAMPAK-RI, Indra Pardede, menampar keras kinerja DBMSDA dengan menyebut Kota Besdkasi belum layak menjalankan E-Katalog versi 6.0.
“Yang di-upload hanya kode RUP dan judul kegiatan. Item pekerjaan yang seharusnya menjadi dasar pengawasan malah tidak ada. Bagaimana mau mengontrol mutu kalau dokumennya kosong melompong?” tegas Indra.
Menurutnya, sistem dipaksakan berjalan tanpa kesiapan, dan hasilnya terlihat jelas di lapangan: proyek miliaran tapi kualitasnya seperti proyek darurat tanpa perencanaan.
Pengawasan Hilang Jejak, Kontraktor Diduga Kerja Sesuka Hati
Di lapangan, pekerjaan berjalan seperti kehilangan kompas. Tidak ada konsultan pengawas, tidak ada monitoring aktif dari DBMSDA. Kontraktor diduga bekerja “bebas merdeka”, seolah proyek ini bukan urusan publik tapi proyek pribadi.
Padahal Pemkot Bekasi rajin menggaungkan peningkatan layanan dan pembangunan berkelanjutan. Tapi fakta di Mustikajaya malah menunjukkan sebaliknya: kerja asal, standar ambruk, pengawasan mandul.
U-Ditch Dipasang Dalam Genangan Air: Bukan Drainase, Tapi Bom Waktuy
KAMPAK-RI memotret kondisi teknis yang benar-benar memprihatinkan:
Galian masih berisi air, tapi U-ditch sudah dipaksa masuk.
Tidak ada pasir alas, tidak ada lantai kerja.
Leveling berantakan, sambungan tidak rapi.
“Ini bukan metode kerja, ini bencana. Drainase begini bukan menyelesaikan masalah, tapi menanam bom waktu yang siap amblas kapan saja,” kata Indra lantang.
Anggaran Miliaran, Kualitas Murahan
Data dari LPSE mengungkap proyek ini menelan Rp 4,75 miliar dari APBD Kota Bekasi. Tender Juli 2025 gagal. DBMSDA lalu menggunakan E-Katalog versi 6.0 dan menunjuk Sinar Bintang Surya dengan kontrak Rp 4,48 miliar.
Namun proses yang panjang itu justru menghasilkan pekerjaan yang paling dipertanyakan mutunya.
Pertanyaannya:
Untuk apa ada tender, E-Katalog, konsultan, dan dinas teknis
kalau pada akhirnya pekerjaan dibiarkan kacau balau?
Standar Teknis Seolah Tidak Pernah Dibaca
Kontraktor seharusnya:
memasang papan proyek, menyediakan rambu pengaman, mengikuti metode yang disetujui pengawas, menurunkan U-ditch di atas pasir alas dan lantai kerja, memastikan leveling tepat.
Namun yang terlihat, justru semua kewajiban itu menghilang, seperti tidak pernah ada dalam dokumen teknis.
“Kami melihat indikasi pekerjaan dilakukan tanpa pedoman sama sekali. Ini proyek miliaran, tapi perlakuannya seperti proyek sampingan,” ujar Indra.
LSM Minta DBMSDA Keluar dari Kursi Nyaman dan Turun ke Lapangan
LSM KAMPAK-RI menegaskan bahwa DBMSDA tidak bisa sekadar “menyetujui dari balik meja”.
“Kami minta Dinas turun, lihat langsung. Jangan hanya duduk manis di kantor. Pengawasan itu tugas, bukan slogan,” tegas Indra Pardede.
Ia mendesak evaluasi total, audit lapangan, dan perintah perbaikan segera sebelum kerusakan lebih besar terjadi. (Refai Situmorang/Udin)




