
Jakarta Buser Fakta Pendidikan.Com
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) Jakarta Utara kembali menjadi sorotan publik. Pasalnya, Kepala Suku Dinas (Kasudin) PRKP Jakarta Utara, Suharyati, diduga tidak mengakui LKPJ Net sebagai wadah resmi yang berisi data detail badan usaha (CV/PT) yang menjadi peserta pengadaan jasa konstruksi di wilayahnya.
Sekretaris Jenderal DPP LSM Forkorindo, Timbul Sinaga, SE, menilai sikap Kasudin dan jajarannya—termasuk KPA, PPK, dan PPTK—menunjukkan ketidakpahaman terhadap sistem data badan usaha yang sudah terintegrasi melalui LPJK dan LKPJ Net.
“Kami sangat menyayangkan jawaban yang keluar dari Suku Dinas PRKP Jakut. Seolah mereka tidak paham atau pura-pura tidak tahu bahwa LKPJ Net merupakan wadah resmi data detail badan usaha jasa konstruksi,” tegas Timbul kepada awak media, Senin (13/10/2025).
Tender Rp 7,2 Miliar Diduga Sarat Kejanggalan
Dugaan pelanggaran mencuat setelah Forkorindo melayangkan surat klarifikasi Nomor 751/XXVII/KT-BTM/KLARIF-KONF/LSM-FORKORINDO/IX/2025 terkait proyek Peningkatan Jalan dan Saluran Lingkungan RW 01 Kelurahan Pademangan Timur, dengan nilai kontrak Rp7.201.192.158, yang dimenangkan oleh CV. Ian Prima Jaya.
Forkorindo menilai perusahaan tersebut tidak memenuhi persyaratan kualifikasi, karena SBU dan jabatan tenaga ahli yang tercantum diduga rangkap.
Namun, dalam surat jawaban resmi dari Suku Dinas PRKP Jakarta Utara Nomor 2251/PR.01.01 tertanggal 7 Oktober 2025 yang ditandatangani Kasudin Suharyati, disebutkan bahwa tidak ditemukan adanya rangkap jabatan, dengan merujuk pada Pasal 26 UU Nomor 5 Tahun 1999.
Forkorindo: Jawaban Kasudin Menyesatkan Publik
Timbul Sinaga menyebut jawaban Kasudin tersebut menyesatkan publik dan berpotensi melanggar prinsip transparansi pengadaan.
Menurutnya, data di LKPJ Net menunjukkan jelas bahwa nama Dedy Rianto Nadeak terdaftar sebagai Direktur Detail Badan Usaha sekaligus Tenaga Ahli Subklasifikasi SI03, dalam KBLI 2020 milik CV. Ian Prima Jaya.
“Ini jelas-jelas rangkap jabatan. Data sudah terekam resmi dalam sistem LKPJ Net. Kalau Kasudin bilang tidak ada, itu berarti publik telah dibohongi,” ujar Timbul dengan nada geram.
Akan Laporkan ke APH dan LKPP
Forkorindo menegaskan akan segera mengirimkan laporan resmi ke Aparat Penegak Hukum (APH) serta ke LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) untuk menguji materi atas dugaan pelanggaran ini.
“Kami akan minta aparat menelusuri kemungkinan adanya dugaan pelanggaran Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen. Bila terbukti ada unsur kesengajaan, pelakunya bisa diancam pidana enam tahun,” tambah Timbul.
Dasar Hukum yang Dilanggar
Dalam Pasal 263 Ayat (1) KUHP, disebutkan:
“Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat... dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsukan, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”
Forkorindo menilai pasal tersebut relevan diterapkan apabila benar terjadi rekayasa data atau penyembunyian fakta terkait status tenaga ahli dan legalitas SBU perusahaan pemenang tender.
Transparansi LPJK Dikorbankan
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) sejatinya memiliki fungsi vital dalam memastikan penyedia jasa konstruksi memiliki kompetensi, legalitas, dan rekam jejak yang jelas melalui sistem sertifikasi dan registrasi.
Jika data LPJK dan LKPJ Net diabaikan begitu saja oleh pejabat teknis daerah, maka hal itu berpotensi menggerus transparansi dan membuka ruang penyimpangan dalam pengadaan proyek pemerintah.
Kasus ini menjadi alarm bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengevaluasi kinerja pejabat di lingkungan PRKP Jakarta Utara, sekaligus menegakkan disiplin terhadap aturan LPJK dan sistem data resmi agar tidak dijadikan formalitas semata.
“Negara harus hadir untuk menertibkan pejabat yang tidak profesional. Jangan biarkan kebijakan yang menabrak aturan menjadi budaya,” tutup Timbul Sinaga. (Rifai Situmorang)