
Kota.Bekasi. Buser Fakta Pendidikan.Com
Sejak dikeluarkan Surat Edaran (SE) No: 400.3/9414/DISDIK.set oleh Alexander Zulkarnaen selaku Plt. Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi terkait izin penjualan seragam sekolah melalui koperasi, hampir seluruh SMP di Kota Bekasi memanfaatkan aturan tersebut untuk berjualan.
Namun, publik mempertanyakan: apakah sekolah memang boleh dijadikan tempat berdagang, sekalipun atas nama koperasi? Lebih jauh lagi, apakah koperasi yang beroperasi di sekolah sudah sesuai dengan Undang-Undang Perkoperasian serta peraturan lainnya?
Harga Seragam Menyentuh Jutaan
Penelusuran di lapangan menemukan penentuan harga seragam ditentukan langsung oleh pihak sekolah: kepala sekolah, guru, bahkan pegawai yang merangkap pengurus koperasi.
Contohnya, di SMPN 33 Bekasi, harga satu paket seragam mencapai Rp 840.000. Rinciannya:
Baju olahraga Rp 195.000
Batik SMPN 33 Rp 145.000
Batik Bekasi Rp 135.000
Baju muslim Rp 150.000
Topi Rp 35.000
Dasi Rp 35.000
Ikat pinggang Rp 45.000
Emblem OSIS Rp 12.000
Emblem SMPN 33 Rp 7.000
Logo sekolah Rp 13.000
Bendera merah putih Rp 7.000
Emblem Jabar (Pramuka) Rp 12.000
Emblem Gudeg (Pramuka) Rp 12.000
Bet nama siswa (2 buah) Rp 35.000
SMPN 15 Bekasi: Koperasi Umum, Bukan Koperasi Sekolah?
Kondisi berbeda ditemukan di SMPN 15 Bekasi. Ketua koperasi, Lani, mengaku pihaknya menyediakan paket seragam dengan harga Rp 800.000. Ia menegaskan koperasi yang ia pimpin adalah Koperasi Konsumen Bina Warga Sejahtera Libel—bukan koperasi sekolah.
“Saya tegaskan, koperasi ini sudah resmi memiliki badan hukum. Sekolah tidak boleh menjual seragam di lingkungan sekolah,” ujar Lani (21/8/25).
Namun, pernyataan itu diragukan. Faktanya, orang tua siswa justru diminta membayar seragam langsung di sekolah. Seorang wali murid menunjukkan bukti pembayaran Rp 805.000 di SMPN 15 (3/9/25).
Legalitas Koperasi Dipertanyakan
Meski Lani berdalih koperasi berbadan hukum, kenyataannya keberadaan koperasi itu berada di lingkungan sekolah. Hal ini menimbulkan keraguan publik terhadap kebenaran keterangannya.
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bekasi, Rita Hartati, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa banyak koperasi sekolah, baik di SMP maupun SD, masih dalam tahap pengurusan. Dengan kata lain, status legalitas koperasi di sekolah-sekolah patut dipertanyakan.
LSM: Cabut SE, Hentikan Modus Koperasi Sekolah!
Ketua Umum LSM Pencegahan Korupsi Anggaran Pemerintah Republik Indonesia (PKAP-RI), Tomu U. Silaen, menilai fenomena penjualan seragam di sekolah sudah merusak wajah dunia pendidikan.
“Lebih baik Kadisdik mencabut saja SE izin berjualan seragam sekolah dengan modus koperasi. Jangan sampai pejabat pendidikan tutup telinga. Orang tua seharusnya bebas membeli seragam di luar, tanpa dipaksa membeli di sekolah,” tegas Tomu.
Ia menambahkan, pendidikan di Bekasi kini sudah menjadi sorotan nasional, apalagi ditambah kasus dugaan pencabulan oleh oknum guru di salah satu SMP. “Pendidikan harusnya bersih, jangan dikotori dengan bisnis seragam,” ujarnya.
Saatnya Kadisdik Evaluasi
Publik mendesak Alexander Zulkarnaen selaku Plt. Kadisdik Bekasi segera mengevaluasi kebijakan SE tersebut. Pasalnya, tugas utama guru adalah mendidik, bukan berjualan. (Red)