
Jakarta, Buserfaktapendidikan.com
Mencuatnya wacana penempatan figur dari unsur TNI atau Polri untuk mengisi jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta menimbulkan kekhawatiran di kalangan internal maupun eksternal Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI. Banyak pihak menilai, posisi strategis tersebut seharusnya diisi oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) karier yang memahami dinamika birokrasi ibu kota.
Peringatan tersebut disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara, Tomu Augustinus Pasaribu SH MH atau yang akrab disapa Tom Pasaribu, dalam bincang-bincang dengan media di Jakarta, Selasa (14/10/2025) malam.
Menurut Tom Pasaribu, jika di internal Pemprov DKI masih banyak ASN yang berkompeten dan berpengalaman, maka tidak ada alasan untuk mengambil figur dari luar, apalagi dari unsur militer atau kepolisian.
“Di internal Pemprov DKI saja masih banyak ASN yang mumpuni. Mereka melalui proses karier panjang dan memahami sistem birokrasi. Jadi, kalau ada figur ideal di dalam, kenapa harus ambil dari luar?” tegas Tom Pasaribu.
Wacana Sekda dari TNI/Polri Dinilai Politis dan Perlu Diwaspadai
Tom menilai, wacana pengisian jabatan Sekda DKI dari unsur TNI atau Polri perlu diantisipasi secara serius oleh Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung. Menurutnya, langkah tersebut bisa saja muncul karena adanya keraguan politik nasional ke depan, sehingga pemerintah pusat mencoba menempatkan figur dari institusi tertentu untuk kepentingan stabilitas politik.
“Sebab, kalau bintang dua itu kan jabatan setingkat eselon satu. Jadi, ini yang harus diantisipasi Mas Pramono. Jangan sampai karena pertimbangan politik atau like and dislike partai, posisi Sekda DKI dipilih tanpa pertimbangan matang,” ujarnya mengingatkan.
Sekda Harus Jadi Ujung Tombak Kebijakan Gubernur
Dalam pandangannya, jabatan Sekda bukan sekadar posisi struktural, melainkan ujung tombak dalam penerjemahan dan penuntasan kebijakan Gubernur. Oleh karena itu, kata Tom, sosok Sekda harus benar-benar memahami arah kebijakan serta visi pembangunan Gubernur DKI Jakarta.
“Kata kuncinya, Sekda itu harus bisa menangkap dan mengerti kebijakan-kebijakan Gubernur. Karena keputusan Gubernur adalah kebijakan untuk kepentingan rakyat,” tegas Tom.
ASN DKI Sedang Hadapi Tantangan Internal
Lebih lanjut, Tom menyoroti kondisi internal ASN Pemprov DKI yang menurutnya saat ini sedang menghadapi tantangan dan perpecahan batin birokrasi. Karena itu, Sekda yang akan ditunjuk nanti harus mampu memahami karakter ASN DKI serta membangun kembali soliditas di lingkungan pemerintahan.
“Saya malah menengarahi ASN DKI ini sudah nggak sejalan. Batinnya sudah nggak klop dengan ASN-nya sendiri. Maka, siapapun Sekdanya nanti, harus bisa bekerja baik secara internal dan eksternal, termasuk dalam menghadapi Pemerintah Pusat dan DPR RI,” paparnya.
Harus Mampu Menjembatani Komunikasi dengan DPRD
Selain itu, Tom Pasaribu juga menekankan pentingnya peran Sekda dalam menjembatani komunikasi antara eksekutif dan legislatif, khususnya dengan DPRD DKI Jakarta. Sekda, kata dia, merupakan kunci penyambung kebijakan dan implementasinya di lapangan.
“Posisi Sekda harus bisa bekerja sama dengan pimpinan dewan. Kalau ada miss komunikasi antara DPRD dan Gubernur, Sekda lah yang menjembatani. Itu fungsinya sangat vital,” tambahnya.
Utamakan Profesionalitas dan Integritas ASN
Tom juga mengingatkan agar proses penunjukan Sekda DKI mengutamakan profesionalitas dan integritas ASN, bukan karena kedekatan politik atau pertimbangan usia. Menurutnya, masih banyak pejabat internal DKI yang memenuhi kriteria dan layak diberi kesempatan.
“Selama ini kan seolah-olah kalau nggak open bidding, pejabat DKI dianggap nggak ada yang pintar. Padahal, banyak yang jago. Dulu sebelum 2012, banyak pejabat DKI yang diambil ke kementerian bahkan jadi Dirjen di pusat. Jadi, kasih kesempatan dulu,” ujarnya.
Sekda Harus Pahami "Kebatinan" Gubernur
Menutup pembicaraannya, Tom Pasaribu menegaskan bahwa jabatan Sekda DKI harus diisi oleh figur yang punya pengalaman, kepangkatan, dan kemampuan strategis untuk menjadi mitra kerja Gubernur yang solid dan paham arah kebijakan.
“Jangan lagi dipaksa karena faktor politik. Sekda itu harus bisa langsung menjalankan kebijakan tanpa harus disuruh. Pahami kebatinan Gubernur dan jalankan sistem sesuai aturan. Itu saja rumusnya, selesai,” pungkasnya.
Catatan Redaksi:
Wacana penempatan figur dari unsur TNI/Polri sebagai Sekda DKI Jakarta memang menjadi isu hangat di kalangan birokrasi. Sejumlah pihak menilai langkah itu bisa berdampak pada netralitas ASN dan keseimbangan hubungan sipil-militer di lingkungan pemerintahan daerah. Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan Gubernur dan mekanisme seleksi terbuka yang diatur oleh Kementerian Dalam Negeri. (Red)