
jakarta. buser fakta pendidikan.com
Dugaan praktik suap, pemerasan, dan gratifikasi yang melibatkan oknum aparat imigrasi serta pihak-pihak yang mengaku memiliki akses ke lembaga hukum mencuat ke ruang publik. Informasi ini pertama kali beredar melalui rekaman percakapan, tangkapan layar transaksi aset kripto, dan pernyataan dari seorang Warga Negara Asing (WNA) yang mengklaim telah menjadi korban.
Bukti Awal dan Kronologi Dugaan Kasus
Tim investigasi dari kalangan jurnalis independen menerima sejumlah data digital yang menunjukkan adanya dugaan aliran dana dari seorang WNA berinisial “A” kepada oknum tertentu. Dana tersebut diduga diberikan secara berkala, dengan nilai mencapai miliaran rupiah per bulan, untuk "mengurus" proses hukum tertentu yang berkaitan dengan keimigrasian.
Yang mengejutkan, transaksi tersebut disebut-sebut dilakukan melalui aset kripto USDT (Tether), dengan nilai akumulatif sekitar Rp660 juta selama periode Desember 2024 hingga April 2025.
Dugaan Keterlibatan dan Komunikasi Terekam
Dalam potongan percakapan yang tersebar di media sosial, terdengar suara seseorang—yang diduga WNA—mengatakan:
> “I paid you a billion every month. I will show absolutely everything.”
Pernyataan ini menimbulkan spekulasi adanya tekanan atau ancaman akan dibukanya skandal dugaan korupsi secara luas kepada publik, jika permintaan atau perlindungan tidak diberikan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari aparat penegak hukum terkait keabsahan data atau identitas para pihak yang disebut dalam percakapan.
Respon Publik dan Lembaga Terkait
Kasus ini menuai perhatian luas karena berpotensi mencoreng citra institusi hukum dan keimigrasian Indonesia. Sejumlah aktivis antikorupsi dan pemerhati hukum mendesak adanya penyelidikan menyeluruh dan transparan.
Beberapa pasal yang dinilai dapat relevan untuk dikaji lebih lanjut dalam konteks hukum, antara lain:
UU Tipikor Pasal 5, 11, 12 dan 12e tentang suap, gratifikasi, dan pemerasan oleh penyelenggara negara
UU TPPU No. 8 Tahun 2010 tentang dugaan pencucian uang
UU 19 Tahun 2019 & KUHP terkait obstruction of justice
Desakan Terhadap Penegak Hukum dan Pemerintah
Masyarakat sipil serta sejumlah LSM meminta:
1. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera turun tangan dan menyita bukti digital yang beredar.
2. Kejaksaan Agung dan Propam Polri memeriksa potensi keterlibatan pihak internal secara menyeluruh.
3. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) serta Kemenkumham menyampaikan sikap resmi dan langkah konkret untuk menindaklanjuti kasus ini.
Hingga saat ini, surat klarifikasi yang dikirim kepada salah satu pejabat di lingkungan Imigrasi belum mendapatkan tanggapan. Bahkan, klarifikasi yang dikirim melalui pesan singkat oleh seorang pemimpin media mendapat respons yang dinilai tidak relevan dan tidak mencerminkan itikad transparansi.
Ujian Terhadap Kredibilitas Institusi
Perkara ini bukan sekadar isu individu atau instansi semata, melainkan ujian besar bagi integritas sistem hukum nasional. Jika benar adanya, maka publik layak bertanya: Apakah keadilan di Indonesia dapat dibeli? Dan sejauh mana sistem hukum mampu berdiri di atas konstitusi, bukan transaksi? (Red)